Jumat, 03 Juni 2016

Ketika "Insya Allah / In Shaa Allah" Diragukan Manusia

Sumber

Kalau di Indonesia sih biasanya disebut Insya Allah, sedangkan Inggrisnya In Shaa Allah.

Tadi siang dapet telepon dari seseorang minta dikirim suatu barang. Aku bilang kalau barangnya bisa diterima mulai Senin besok. Orangnya meyakinkan lagi, "Senin, ya?"

"Iya... Insya Allah."

Aku nggak pernah dapat 'masalah' gara-gara bilang Insya Allah. Tapi tadi lain lagi.

"Lho, kok Insya Allah? Yang pasti dong..."

Gubrakk! Nih orang kenapa ya? Dia ngomong gitu sambil ketawa kecil agak ngeremehin gitu. Mungkin nggak habis pikir sama aku yang dikiranya tidak meyakinkan. Padahal...

Sumber

Insya Allah artinya "If Allah wills" atau bahasa Indonesianya "Jika Allah berkehendak."

Jika dikira-kira oleh pemikiranku (perhitungan manusia), Senin adalah waktu yang pasti untuk orang tersebut menerima barangnya. Tentu saja aku yakin, karena memang biasanya baru bisa diterima sekitar dua hari kerja setelah pendaftaran (Minggu tidak dihitung). Kalau daftarnya Jumat ya, diterimanya Senin.

Tapiiii.... yang namanya manusia kan pasti ada human error, tapi untuk Allah tidak. Allah sudah punya rencana. Entah Ia setuju dengan pendapatku atau tidak, wallahualam. Bisa aja ternyata besok ada masalah, hingga barangnya baru bisa diterima Selasa, dan banyak alasan yang mungkin saja tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Aku sih berusaha untuk positive thinking ya. Mungkin orang itu non muslim, jadi nggak tahu sebenarnya Insya Allah itu artinya apa, walau ada rasa 'tersinggung' juga sih. Tersinggung karena sudah jelas aku bawa nama Tuhan, tapi orangnya kok terkesan 'meremehkan' gitu. Yang namanya bawa-bawa nama Tuhan ya suci dan tinggi.

Dan lebih parah lagi kalau ternyata beliau muslim. Tapi dari namanya sih, sepertinya muslim (sepertinyaaa). Kalau gitu jelas lebih tidak bisa ditolerir. Harusnya seorang muslim tahu Insya Allah itu artinya apa. 

Secara garis besar, Insya Allah diucapkan ketika akan 'berjanji', istilahnya begitu. Pernah dengar kan kalimat "Manusia bisa merencanakan namun Tuhanlah yang berkehendak"? Ini diucapkan untuk jaga-jaga, barangkali apa yang kita rencanakan tidak bisa dilaksanakan di waktu yang sudah kita tentukan. "Insya Allah" juga berarti 99,9999 % akurat, anggap saja begitu (menurut perhitungan manusia lho ya, bukan rencana Tuhan).

Contoh sederhana:
A: Nanti jadi kan kerja kelompok di rumahku?
B: Insya Allah jadi.
Eh, nggak tahunya waktu B otw ke rumah A, B mengalami kecelakaan hingga masuk rumah sakit. Itulah, manusia memang hanya bisa merencanakan.

Memang sih aku dulu (sebelum tobat, wkwkw), kurang suka jika ada yang bilang "Insya Allah". Kesannya mengentengkan rencana yang kita buat gitu. Bisa jadi kan dia bilang begitu untuk alasan mangkir? Kalau alasannya seperti ini sih nggak terpuji ya, jangan dicontoh. Namun, karena sudah perintah agama, mau bagaimana lagi. Sekarang sih sudah terbiasa. Di Alquran pun sudah tertulis pemakaian "Insya Allah".

Aku menulis bukan untuk menjelek-jelekkan pihak tertentu... bisa jadi memang kurang tahu fungsi dan keutamaan "Insya Allah", jadi aku menulis justru untuk mengingatkan sesama. Bila ada yang tersinggung saya mohon maaf yang sebesar-besarnya :)

Berbagi itu indah, mengingatkan juga indah.

Rabu, 16 Maret 2016

Transportasi Online vs Transportasi Konvensional (dengan Banyak Penekanan pada yang Terakhir)

Berita di TV lagi rame soal transportasi online vs transportasi konvensional. Aku pribadi nggak bisa bilang lebih memihak salah satu, karena masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya.

Transportasi online sudah terkenal kepraktisan dan kemudahannya. Orang tinggal download aplikasi buat pesen. Walau nggak pernah pakai jasa model begini, memang sudah terlihat kemudahannya. 

Sedang transportasi konvensional dinilai nggak praktis. Orang harus menunggu angkot atau bus di jalan yang dilalui atau 'menjemput' si tukang ojek di tempat mangkalnya, walau saat ini tukang ojek konvensional pun bisa 'dipanggil' lewat SMS.

As I stated earlier, aku nggak bisa memutuskan mana yang lebih aku pilih, karena masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Kekurangan transportasi online, selain karena tidak ada peraturannya di Undang-undang, juga berpotensi memperparah pemanasan global dan kemacetan. Ambil saja ojek. Ojek online bisa dipanggil ke rumah, itu sudah bisa menyumbang polusi lebih, apalagi ojek cuma muat buat satu penumpang dewasa. Sebenarnya ini juga berlaku untuk ojek biasa, sih.

Selain itu, maraknya transportasi online juga bisa melemahkan pengendara transportasi konvensional. Mereka yang sebelumnya ekonominya biasa-biasa aja, semakin merana dengan adanya transportasi online, yang konon penghasilannya lumayan itu. Sempat ikutan sedih juga waktu lihat berita tentang demo driver transportasi konvensional, apalagi saat ada supir taksi yang menangis waktu jumpa pers. Ia sedih dan tak terima penghasilan ia dan kawan-kawan menurun gara-gara transportasi online yang tidak dilindungi hukum itu.

Di sisi lain, kendaraan konvensional juga ada kekurangannya. Kurang praktis, walau sudah ada yang bisa dipesen seperti taksi yang bisa ditelepon dan ojek yang bisa di SMS untuk menjemput penumpang. Namun, kendaraan seperti angkot dan bus tentu saja tidak bisa. Selain itu, kekurangan angkutan seperti angkot dan bus yaitu dari segi jumlah armada, jangkauan wilayah, harga, dan kondisi kendaraan itu sendiri.

Kalau menurutku ya (CMIIW), jumlah kendaraan umum yang ada di Indonesia kurang dibandingkan yang ada di negara lain, utamanya di negara maju. Selama ini di film dan realita aku lihat orang-orangnya sering pakai transportasi umum. Pikirku, selain karena orang-orangnya sadar untuk menggunakan transportasi massal, mungkin karena jumlah kendaraan umum disana memadai, hingga orang tak perlu jalan jauh untuk menjangkau dan menunggu lama.

Kalau soal jangkauan wilayah, ya begitu ya... pasti ada angkutan umum seperti angkot dan bus yang hanya menjangkau daerah ramai. 

Nah, kalau soal harga ini, bagiku jadi masalah besar juga. Mungkin sekarang ongkos angkot Rp 5000 ya, mahal menurutku. Memang sih, BBM jadi lebih mahal dari beberapa tahun lalu, namun jika dibandingkan dengan pakai motor sendiri, masih lebih hemat naik motor sendiri (terlepas dari pembahasan utama mengenai kendaraan online vs konvensional). Kasihan juga sama orang yang kemana-mana tergantung sama angkot, utamanya orang kecil. Kalau menurutku, bagaimana kalau dibuat sistem kayak di luar negeri aja. Aku memang kurang tau transportasi umum disana terhitung murah atau bukan, tapi ada suatu sistem dimana orang-orang bisa beli paket naik bus selama sebulan, misalnya. Anggap saja harganya Rp 500.000 ya, jadi harga segitu bisa pakai bus sepuasnya selama sebulan (cmiiw). Dan pelajar (siswa dan mahasiswa) tentu saja dapat harga lebih murah dibanding non pelajar.

Terkahir, kondisi kendaraan, Siapapun setuju kalau transportasi konvensional di Indonesia banyak yang memprihatinkan. Ini juga yang mungkin memengaruhi orang yang malas naik kendaraan umum.

After all, menurutku pemerintah harus berani untuk berinvestasi dalam jumlah besar untuk memerbaiki kendaraan umum. Ini sudah ada di pikiranku sejak lama sekali, dan mungkin juga banyak orang yang berpikiran sama. Setelah itu, pemerintah bisa menekankan pentingnya menggunakan transportasi massal/umum. Sebenarnya aku juga pengen dan kengen kemana-mana naik kendaraan umum seperti dulu. Aku juga pengen kemana-mana bisa naik kendaraan umum yang bagus seperti di Barat sana.