Minggu, 06 Januari 2019

Telkom, Perusahaan yang Tidak Lebih Pintar dari Anak TK (Keluhan @wifi.id Telkom yang Tak Patut Dicoba)


Karena sebelumnya tidak pernah ada masalah pakai wifi.id, maka pada tanggal 23 Desember kemarin, kuputuskan untuk kembali beli layanan internet 24 jam seharga Rp 5000. Sebelum-sebelumnya selalu pakai voucher, pernah beli pakai pulsa waktu masih pakai *****at, dan  karena sekarang sudah pakai Telkomsel, maka aku belinya lewat SMS saja.

Kukira semua baik-baik saja. Tapi ternyata ketika aku berangkat ke wifi corner, kaget sekali karena username dan password tidak bisa dipakai. Selalu login failed. Begitu terus, walau laptop berkali-kali aku restart, sleep, atau bahkan shut down. Pada akhirnya aku coba loginkan pakai HP, ternyata sama saja. Berarti bukan salah perangkatnya dong ya? :/

Akhirnya telepon CS. Sempat dua kali telepon sana, dan ketika oleh sana dicoba, katanya bisa. Aku disuruh login lagi. Begitu aja terus. Nggak terasa kalau ditotal percakapannya bisa sampai setengah jam. Dan yang aku nggak tahu, pulsaku kesedot habis 25ribu! Entah aku bodoh atau nggak, kukira telepon CS itu gratis jadi aku nggak begitu masalah telepon dalam waktu lama. Rasanya kepala meledak saking jengkelnya. Akhirnya kuputuskan untuk ganti wifi corner, sampai ganti dua lokasi lain! Kukira mungkin yang salah sinyal tempatnya, ternyata sama saja. Itu bisa menjelaskan sih kenapa pengunjung lain kelihatan baik-baik saja, ternyata memang cuma punyaku saja yang bermasalah.

Di lokasi wifi id terakhir, aku buka laptop, konek ke hotspot hp ku, dan complain lewat FB Telkom Care. Disitu, karena sudah kesel banget ya, sampe nangis deh. Jariku ngetik di keyboard keras banget waktu ketik pesan itu. Ya sudah habis meluapkan kekesalan, aku pulang.

Intinya, selain menjelaskan rincian permasalahan, aku juga kasih solusi. Aku ingin pulsaku yang 25+5 ribu itu dibalikin saja sih. Karena yang 25 ribu kemungkinan tidak akan balik, maka aku bilang nggak papa kalau dikembalikan cuma yang 5ribu aja. Atau solusi lain, tolong aku diberi username sama password baru saja. Kalau misal yang lama takut aku salahgunakan, pikirku, kan sama mereka bisa di revoke? Masa mereka nggak bisa melakukannya? Kurang legowo apa coba aku?

Disinilah petualangan ngobrol dengan CS Tembok dimulai. Kenapa kusebut CS Tembok? Sebab gimanapun aku ngomong, jawaban mereka standar banget. Ya tunggulah, bersabarlah, segeralah, dan omong kosong lainnya. Besoknya bahkan disuruh kembali lagi untuk coba. Aku sudah sinis lho waktu itu.




Dan ternyata memang ga ada perubahan. Kesel banget nggak sih?? Tapi ini belum apa-apa. Masih ada yang lain lagi.

Singkat cerita, sampai jatah waktu 24 jam habis masa berlaku username dan password masalah tidak pernah terselesaikan. Dan terhitung sampai hari ini, 6 Januari 2019, masih sama sekali tak ada solusi. Yang ada cuma menguras emosi, tenaga, waktu, dan kuota internet untuk balas pesan para CS Tembok. Bahkan yang menjengkelkan, mereka juga bilang username ku sudah lewat masa aktif jadi tidak bisa meminta refund.

Oh Ya Allah, ini perusahaan macam apaaaaa? Perasaan aku dari awal banget deh minta refund! CS nya yang ganti-ganti orang itu males baca chat sebelumnya for sure! Tiap kali komplen selalu dikasih nomer tiket baru. Maksudnya apa coba? Kayaknya tiket-tiket sebelumnya nggak pernah dilirik buat diselesaikan deh, makanya tiketnya diganti-ganti terus! Dan jawabannya selalu benada sama.


berlagak peka nih yeee? tapi pekamu peka palsu


anak TK saja lebih pintar dari perusahaan ini!

Karena sudah muak, kali ini aku tepati omonganku yang akan menuliskan masalah ini di blog. Setelah kucek, ternyata di internet juga ada komplen lain dari pelanggan, dan beberapa hal dalam masalah itu juga aku alami.

Aku mikir Telkom ini sepertinya perusahaan abal-abal berkedok perusahaan besar. Dengan satu dan lain cara melakukan modus penipuan pada para pelanggannya. Demi uang haram Rp 5000 mereka rela meladeni satu pelanggan sampai berminggu-minggu. Yah, memang kalau sudah dibutakan, apapun akan dijabanin. Iya tidak?

Telkom, aku tidak akan pernah mau pakai layanan internetmu lagi. Bakal mikir satu milyar kali deh kalau mau pakai lagi!

Ingin ku berkata kasar…. Tapi ya sudahlah! Hanya Allah yang paham seberapa marahnya aku. Toh orang yang menzalimi orang lain bakal kena balasannya. Mereka bisa saja mengabaikanku sekarang, tapi ingatlah aku nggak akan pernah melupakan dan mengikhlaskan masalah ini. 

Minggu, 07 Januari 2018

Mengurus Balik Nama Sepeda Motor di Gresik

Yang punya kendaraan bermotor pasti paham kalau masa berlaku STNK adalah lima tahun. Setelah lima tahun, STNK harus ganti (sekaligus plat nomornya). Nah, ketika ganti STNK itulah bagi motor yang sudah berganti kepemilikan bisa sekaligus balik nama dari pemilik lama ke pemilik baru.

Mengurusnya bisa di Samsat Gresik, beralamat di Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 680, Kembangan, Gresik, 61124. Di kantor Samsatnya ya, yang selalu rame itu, bukan di Samsat Drive Thru.

Panduan ini memang untuk motor, tapi untuk mobil sepengetahuanku hampir sama saja.

Syarat-syarat yang dibutuhkan untuk balik nama motor:
1. KTP (asli dan fotokopi tiga kali). Biar nggak ribet, langsung fotokopi di tempat saja (ada koperasinya). Pegawainya sudah hapal kok apa syarat-syaratnya dan harus difotokopi berapa kali. Tinggal bilang saja mau balik nama.
2. BPKB (asli dan fotokopi tiga kali).
3. STNK (asli dan fotokopi tiga kali)
4. Kuitansi bermaterai 

Langkah pertama, langsung bawa motor ke parkiran bagian belakang. Nanti tukang parkirnya sendiri bakalan teriak-teriak langsung bawa ke belakang (saat itu ternyata lagi rame banget). Langsung parkir motornya di barisan 'Cek Fisik Roda 2'. Maaf lupa foto. Niatnya sih mau banyak foto tapi lupa (saking ribet dan lamanya proses).

Langsung menuju bagian koperasi. Bilang saja mau balik nama, nanti langsung diminta syarat-syaratnya untuk langsung difotokopi tiga kali. Setelah itu diberi map kosongan warna biru kalau nggak salah. Sudah ada isinya kuitansi bermaterai. Oh ya, jangan lupa bawa pulpen biar nggak usah beli. Untuk harga kesemuanya aku sudah lupa :D Pokoknya nggak mahal lah. Jangan lupa isi identitas di bagian depan map, ya.

Setelah diisi, bawa map tersebut ke bagian loket 'Cek Fisik'. Jangan lupa masukkan semua syarat-syarat asli dan fotokopi. Langsung taruh saja di depan loket untuk menunggu giliran dipanggil.

Loket 'Cek Fisik'

Selagi menunggu nama dipanggil, bisa diamati biaya yang diperlukan untuk balik nama. Untuk info, harga yang tercantum belum termasuk pajak tahunan motor. Jadi ketika di kasir nanti, selain bayar biaya balik nama, kita juga bayar pajak tahunan motor sekalian. Untuk balik nama, istilahnya 'BBN 2'. Biayanya untuk roda dua sebesar Rp 385.000 + pajak motor masing-masing yang besarannya berbeda-beda.

Daftar Biaya Administrasi

Intuisiku, hari yang sepi adalah hari Jumat. Karena apa? Karena mepet Jumatan, hehehe. Sepertinya para lelaki tidak akan mengambil risiko, sebab sebagian besar pemohon disitu laki-laki. Dan pasti ada yang merokok. Jadi kalau tidak tahan rokok, lebih baik bawa masker. Itu banyak membantu. Waktu itu aku kesana hari Senin dan itu rame sekaliiiii. Aku juga melakukan sedikit kebodohan (atau kekurangpahaman?) sehingga bikin prosesnya jadi sedikit lama. Hal itu nggak usah lah ya disebutkan disini. Pokoknya yang disebutkan disini In Shaa Allah sudah bener semua hingga meminimalisir kesalahan.

Setelah dicek kelengkapan syarat oleh petugas, nama kita akan dipanggil. Di dalam map sudah diberi formulir dan kita diminta untuk mengisi. Untuk pengisian ini mungkin ada beberapa hal yang membingungkan. Tanya saja orang lain. Aku juga begitu.

Jadi di bagian cek fisik kendaraan, karena suasana rame, yang mau cek fisik juga rame. Silakan stay tune di motor masing-masing sambil bawa map. Tunggu aba-aba dari petugas cek fisik untuk mengantri dicek fisik. Kalau bingung, lagi-lagi tanya saja orang disitu. Atau langsung lihat situasinya sendiri bakalan sudah paham, kok, kapan giliran kita tiba untuk cek fisik. Nanti akan tiba saatnya motor kita dapat giliran dicek fisik. Petugas akan melakukan pengecekan kecil, mengisi formulir di map ala kadarnya, lalu dikembalikan. Perlu diperhatikan cek fisik ini GRATIS alias TANPA BIAYA. Jadi tidak ada namanya biaya 'seikhlasnya'.

Setelah motor dicek fisik, bawa motor ke parkiran depan. Parkiran belakang hanya untuk motor yang belum dicek fisik. 

Setelah menaruh motor di parkiran depan, kembali lagi ke balakang. Taruh map di loket 'Cek Fisik' lagi. Tunggu hingga dipanggil.

Jadi di sebelah loket Cek Fisik ada loket lagi yang bertuliskan 'FORMULIR'. Maaf tidak ada foto. Jadi tunggu saja di sekitar situ, nanti bapak di loket formulir bakal memanggil dan mengembalikan map kita. Tentunya sudah diberi formulir tambahan. Isi formulir itu.

Pergi ke gedung utama di bagian depan Samsat dan serahkan berkas ke Loket 1. Sampai disini kita bisa sedikit bernapas lega karena tidak harus kena Angin Cepoi-cepoi, karena sudah kena AC betulan. Tempat duduknya juga banyak, jadi nggak perlu berdiri seperti waktu di bagian belakang. Kursi yang disediakan terbatas soalnya.



Nah, disini kasusku berbeda. Karena waktu itu jaringannya lagi gangguan, pemohon yang mau balik nama dan mutasi diharap menunggu dulu. Waktu itu sudah siang dan proses sebelumnya saja sudah menguras tenaga dan kesabaran karena antri lama. Jadinya di ruangan ber-AC itu aku sampai terkantuk-kantuk. Akhirnya aku tidur-tidur ayam dulu.

Dan sedihnya, ternyata gangguannya terus berlanjut hingga kami disuruh kembali lagi esoknya. Maju ke Loket 1 untuk mengambil kembali STNK dan KTP asli. Lalu pulang. Waktu itu sudah sekitar pukul 13.30-14.00.



HARI KEDUA

Datang langsung ke Loket 1 lagi. Bilang kalau kemarin mau balik nama. Serahkan KTP dan STNK asli. Duduk lalu tunggu hingga dipanggil. 

Ketika nama dipanggil, kembali lagi ke Loket 1. Dari situ, akan diarahkan menuju kasir (tempat di antara Loket 1 dan Loket 2). Disini kita akan bayar biaya balik nama sekaligus pajak motornya. Waktu itu aku kena Rp 579.000.


Setelah bayar, duduk dan tunggu hingga nama dipanggil. Nama kita akan dipanggil di bagian loket paling pojok sendiri (lupa tidak foto, saking senangnya proses hampir selesai). Kalau tak salah namanya Loket 4. Disitu kita akan diberi STNK baru yang sudah jadi, bukti pembayaran pajak, dan plat kosongan (belum diberi nomor). 

Kembali lagi ke belakang Samsat. Bawa ketiga benda itu ke loket 'Workshop TNKB' di sebelah loket 'Formulir'. Tunggu hingga plat sudah diisi nomor, kemudian ketiga benda itu kita ambil kembali. Jangan lupa dicek apa nomor platnya sudah sesuai dengan STNK atau belum. 

Kembali lagi ke koperasi untuk fotokopi bukti pembayaran pajak dan KTP, masing-masing dua kali. Nanti kita juga diberi plastik pembungkus STNK dan bukti pajak sama ibu-ibu koperasi. Harga semuanya Rp 2000.

Kembali lagi ke Loket 1. Serahkan fotokopian tadi. Disitu kita langsung diberitahu kalau BPKB baru bisa diambil enam bulan lagi (lama amat, ya?). Kita diberi fotokopian yang tadi sebagai syarat pengambilan BPKB. Waktu hari pengambilannya, bawa fotokopian tadi bersama STNK asli dan (mungkin, aku lupa) KTP asli. Untuk BPKB, pengambilannya lagi-lagi aku lupa (dasar pelupa!) apa boleh diwakilkan atau tidak. Proses selesai. Kini sudah bisa bernapas lega.

Well, kalau situasi tidak rame dan tanpa gangguan seperti gangguan jaringan, seharian diurus pasti sudah langsung selesai, lho. 

Itulah proses mengurus balik nama motor di Gresik. Semoga bermanfaat.

Jumat, 29 Desember 2017

Tukang Parkir Juga Korupsi!

Sengaja menulis ini karena sudah gerah banget sama yang namanya tukang parkir, apalagi tukang parkir pinggir jalan. Sudah bukan rahasia lagi kalau parkir itu sering bawa masalah, terutama parkiran yang nggak pakai sistem loket.

Orang-orang teriak 'koruptor, koruptor'! pada wakil rakyat yang ketahuan korupsi. Bukannya masa bodoh ya, tapi kayaknya tindakan terhadap koruptor kelas teri kok kurang terdengar gaungnya, ya?

Jadi ceritanya, hari ini saya ngantar adik (laki-laki) ke Dispendukcapil Gresik untuk perekaman KTP-el (sengaja nyebut lokasi). Sebelum masuk gerbang, kami sudah diarahkan tukang parkir pinggir jalan untuk parkir disitu. Saya bilang ke adik, "Masuk aja. Ada kok parkiran di dalam", tapi ternyata lagi penuh dan kami diarahkan parkir di luar di pinggir jalan.

Aku sih aslinya males ya parkir disitu. Sudah tahu modus operasinya. Kita dikasih karcis. Disitu jelas tertulis kalau tarifnya seribu rupiah, karcis untuk pemilik kendaraan, dan habis parkir harus disobek.

Ya sudahlah kami masuk. Karena kurang jelas informasi tentang perekaman KTP-el, aku mulai emosi (he he) dan akhirnya pergi dari situ. Aku kasih uang ke si adik seribu rupiah, suruh dia yang kasih ke tukang parkirnya. Rasanya males aja berurusan sama orang macam mereka. Sementara karcis dari tadi aku bawa dan aku lipat dua.

Bahkan sebelum kami mencapai motor, tukang parkir itu mengikuti kami lalu bilang, "Dua ribu!", Karena aku lagi mode emosi, maka tak tanggung-tanggung aku langsung bilang, "Lho, bukannya seribu ya? Di karcisnya seribu."

Sudah kuduga orang itu kepalang basah, lalu minta karcis yang masih aku pegang. "Iya, ya udah sini karcisnya," katanya.

"Karcisnya kan buat pemilik motor," kataku tak mau kalah.

Suasana agak ribut, dan jadi tambah sedih dan kesel karena adikku ngambil karcis dari tanganku lalu dikasih ke tukang parkir. Masih jelas aku ingat si koruptor bilang, "Wes ta, kakean ngomong iki! (Sudahlah, banyak omong ini!)". Lalu ngacir. Dasar penakut, penipu! Sudah ketahuan jeleknya, reaksi penyelamatan pertama adalah menghina orang! Padahal saya menghina dia aja nggak!

Karena aku orangnya emosian, maka di perjalanan aku nangis. Aku bahkan berargumen sama si adik. Dia bilang dia rebut karcis dari aku biar suasana nggak tambah ramai. Takutnya jadi pusat perhatian orang. Biar saja. Mana peduli. Toh bukan aku yang salah. Lalu aku ngasih tausiyah ke dia tentang bagaimana sistem parkir harusnya bekerja. Bahwa tidak semua orang itu orang baik. Kita harus teliti dan waspada biar tidak dibodohi.

Bayangkan, dari satu orang dia bisa nipu seribu rupiah. Trus berapa banyak yang parkir disitu? Berapa jam dia kerja? Dan sudah berapa bulan dia kerja? Berapa uang yang berhasil dia dapat dari aktifitas menipu? Sungguh perbuatan jahat. Kalau ada kata 'koruptor', pikiran orang pasti langsung ke wakil rakyat yang ditangkap KPK. Hellloooo.... koruptor kenyataannya ada dimana-mana!


PENGALAMAN LAIN
Pengalaman lain waktu ada di Pasar Gresik. Masih dengan karcis yang rupanya sama, kami ditarik dua ribu. Pernah pas aku kesitu sendirian, aku cuma ngasih seribu. Pak parkirnya agak terkesima, tapi nggak bilang apa-apa trus pergi.

Syukurlah gak banyak omong, pikirku. Setidaknya bapaknya berhasil satu kali terhindar dari dosa melakukan pungutan liar.

Beberapa tahun sebelumnya, waktu ke Taman Bungkul Surabaya, ini lebih ekstrim lagi. Di karcis tertulis cuma lima ratus rupiah, jadi aku kasih lima ratus. Eh orangnya nolak. Mintanya tiga ribu.

"Kan di karcis lima ratus?" belaku.

"Yah, Mbak. Kan kami kerja juga butuh makan. Butuh minum."

Dongkol sih. Tapi aku kasih aja tiga ribu. Udahlah urusan dia sama Yang Di Atas. Sejak saat itu aku nggak pernah lagi parkir di situ.

Di rumah sakit depan Bungkul juga gitu. Karcisnya seribu (yang angka satunya sudah diganti angka 2 dengan spidol), tapi temanku ditarik dua ribu. Untung pas aku pergi, orang itu nggak tahu. Aku ngacir aja, Nggak bayar. Toh dengan aku nggak bayar orang itu nggak rugi dan masih tetep 'untung', kan?"

Pernah juga parkir di pinggir jalan depan Hypermart Plaza Gresik. Karcisnya masih sama. Ada papan bertuliskan tarif untuk motor itu seribu. Tapi tetep petugasnya minta dua ribu.

Sentimenku terhadap tukang parkir bikin aku milah-milah dulu tempat mana yang mau aku kunjungi. Ya kali masa ke ATM aja dimintai uang parkir? Sungguh terlalu!

Sebenarnya ini ada kesalahan juga sih di pihak konsumen. Selalu tanya, "Berapa?" ya jelas diminta lebih mahal dari seharusnya. Padahal kalau mau peduli sama karcis (kalau diberi karcis) disitu jelas tertulis berapa yang harus dibayar.

Hendaknya dari pemerintah sendiri selalu tegas. Memang banyak sekali tukang parkir, tapi bukankah itu memang sudah jadi tanggung jawab pemerintah? Aku yakin yang punya pengalaman tidak enak dengan tukang parkir bukan hanya aku. Selain itu, beri papan dengan tulisan besar-besar tentang tarif parkir. Sebenarnya banyak orang yang aku yakin nggrundel dalam hati, cuma tidak mau ribut dengan tukang parkir lalu akhirnya mengalah.

Koruptor bukan hanya tukang parkir. Pegawai pemerintah ada juga, seperti polisi yang minta dibuatkan surat kehilangan atau pegawai desa yang dimintai pembuatan surat. Ketika kita bilang, "Berapa, Pak?" jawabnya "Seikhlasnya." Ini jelas bukti kalau tidak ada tarif resminya. Tapi aku pernah dengar kalau praktik pungli begini sudah dihapuskan. Ternyata memang benar. Sudah kubuktikan. Jadi aku nggak bakal bayar atau tanya berapa tarifnya kalau orangnya sendiri tidak minta. Tahu ini rasanya lega.


MINTA KARCIS
Kalau aku yang sudah diberi karcis saja masih berani melakukan penipuan (atau juga pemerasan?) apalagi kalau tidak diberi karcis? Jadi kalau parkir, harusnya minta karcis. Karcis yang baru, bukan yang sudah ditekuk apalagi lecek (aku dulu pernah nerima karcis yang lecek banget!). Kalau karcisnya penampakannya seperti itu, bisa dipastikan itu karcis 'malak' dari orang yang sudah parkir sebelumnya. Seharusnya kan sesudah parkir karcis harus dirobek, agar tidak bisa dipakai lagi oleh tukang parkir. Kalau harusnya dengan satu karcis uang yang masuk seribu, dengan dipakai lagi bisa menghasilkan dua ribu, tiga ribu, dan seterusnya.

Jadi tipsnya, mintalah karcis parkir. Lalu bayar sesuai tarif yang tertulis. Jangan beri karcis pada tukang parkir. Kalau tetap dipaksa, robek aja karcis itu di depan mukanya. Hehe...


PENIPU SEKALIGUS PENGECUT
Orang-orang seperti itu, sudah penipu, pengecut lagi. Mungkin memang sudah paket komplit kali ya. Penjahat ya pengecut. Orang takut karena salah. Harusnya jika dia merasa benar, ya jelaskan dong aku salahnya dimana. Sudah ketahuan salah, yang keluar dari mulutnya cuma umpatan, lalu ngeloyor pergi. Itu laki-laki apa tempe ya?

Kalaupun diajak adu argumen aku nggak takut, karena aku nggak salah. Kalau masih nyolot, bakal kubawa dia ke DPRD (ada di sampingnya Dispenduk!) tapi karcisku sudah keburu direbut adik dan aku yakin penipu itu bakalan takut dan menolak kalau harus ke DPRD.

Karena itulah aku salut sama tukang parkir yang benar-benar bertanggung jawab, yang aku sendiri lupa pernah aku jumpai atau tidak.


Rabu, 01 Maret 2017

Latepost: Kebaikan Kecil untuk Sesama

Sebenarnya ini sudah lama aku tulis sih. Iseng coba posting di blog lagi. Waktu lihat file di laptop, ada cerita ini yang belum sempat aku posting. Kejadian ini terjadi pada 7 Oktober 2015 (lama banget ya, aku aja heran).

*****

Baru saja aku selesai kelas Bahasa Mandarin di Rumah Bahasa, aku langsung meluncur ke bagian lain dari kompleks Balai Pemuda Surabaya. Kebetulan sedang ada book fair disitu. Sebenarnya dua hari lalu sudah kesitu sih, tapi akhirnya kepingin kesitu lagi karena masih ada buku yang masih dibeli. Mumpung murah, hehe. Buku-buku yang kubeli rata-rata harganya 15.000, ada yang 12.000, malah ada yang 10.000. Kalau begitu yang ada rasanya kalap pengen ngeborong seluruh isi pameran.

Biasanya kalau sudah kalap belanja, rasanya rada khilaf begitu. Akupun demikian. Yah, namanya juga cewek. Kalau belanja kan seneng, tapi kalau sudah kebanyakan belanja jadinya khilaf deh. Tapi berusaha biasa saja dan menghibur diri. Buku kan bisa jadi investasi sampai nanti tua.

Nah, inti ceritanya dimulai ketika aku keluar dari pintu exit ke tempat parkiran. Begitu turun meniti tangga, ada laki-laki yang menawarkan koran. Kelihatannya sih masih bisa dibilang mas-mas gitu lah ya. Yah, kalau baca koran sih mendingan pinjem aja daripada beli. Lagian, sudah lewat maghrib juga. Pastinya itu koran sisa pagi tadi. Aku menolak mas-mas itu dengan halus.

Ketika sudah duduk di atas motor, aku inget kalau belum menukarkan struk belanja dengan kupon undian. Aku balik lagi ke pintu masuk book fair. Setelah mengurus ini itu, aku balik lagi ke parkiran, duduk di atas motor sambil main hape. Setelah cukup, aku pasang masker, siap untuk pulang.

Nah, waktu itu si mas-mas datang lagi, nawarin koran. Sama seperti sebelumnya, aku menolak halus, namun aku masih disitu, belum bersiap untuk menegakkan motor. Mas-mas itu, tanpa berusaha untuk kelihatan pantas untuk dikasihani, berkata kalau koran yang dibawanya masih banyak. Benar juga, ya, padahal sudah semalam itu. Beberapa jam lagi sudah ganti hari dan pastinya korannya tidak laku.

Dibilang begitu, sontak hatiku terusik (heah, bahasanya bahasa novel amat). Aku bertanya, “Jawa Pos berapa Mas?”

“Empat ribu Mbak.”

Harga normalnya sih lima ribu, tapi karena sudah malam ya jadi dimurahin. Refleks aku ngulurin uang lima ribu sekalian.

“Sekalian lima ribu aja ya, Mas.”

“Alhamdulillah, barakallah, semoga berkah, Mbak.” Si Mas menerima uang dengan perasaan syukur yang kentara sekali.

Nyessss.... rasanya hati ini campur aduk, antara terharu, tersanjung, bahagia, dan entah apalagi. Dari tadi memang si mas perkataannya baik dan sopan. Kurang bisa merinci, namun diantaranya yaitu si Mas masih sempet-sempetnya ngingetin aku yang mungkin sedikit teledor di matanya. Mulai dari meletakkan hape sembarangan di pangkuan sampai dompet juga.

“Hapenya dibenerin dulu, Mbak, jangan ditaruh begitu, nanti jatuh.”

Sekitar dua kali beliau mengingatkan begitu. Aku yang sudah biasa begitu hanya cengengesan. Yah, mungkin menurutnya aku agak serampangan, menaruh hape dengan posisi yang rentan membuat hapenya jatuh.

Yang membuatku teringat pada beliau yaitu ekspresi bersyukurnya ketika menerima uang dariku. Aku nggak bisa lupa itu. Aku bisa merasakan kalau beliau orang yang tulus dari perkataannya yang sopan, tidak memaksa, dan tidak mementingkan dirinya sendiri. Aku yang belum tentu membeli korannya, dengan baik hatinya diperingatkan agar hati-hati memerlakukan hapeku, yang mungkin di matanya merupakan suatu benda yang mewah. Padahal hapeku itu, walaupun android, termasuk agak jadul jika dibandingkan dengan punya teman-temanku. Yang lain punya hape keluaran terbaru, contoh saja samsul sampai apel, sementara hapeku sudah berumur dua tahun dan mulai penyakitan. Untuk dipakai selfie pun ga bagus, karena kamera depannya kurang bagus, tidak seperti punya teman-teman.

Sepeninggal si mas koran, refleks aku langsung nangis. Perasaanku campur aduk, sampai aku tidak bisa merangkai kata-kata untuk ditulis disini. Beneran. Sampai di jalan raya pun aku masih nangis. Aku baru berpikir kenapa aku nggak kasih beliau uang sepuluh ribu saja, namun aku punya pertimbangan. Aku takut kalau beliau merasa tersinggung atau apa, namun setelah kupikir, tampaknya beliau bukan orang seperti itu. Uang seribu rupiah saja sangat disyukuri, apalagi enam ribu rupiah. Rasanya ingin ngajak ngomong si Mas sebenarnya, tapi takut mengganggu pekerjaannya. Beliau dikejar waktu untuk menghabiskan dagangannya yang terancam tak laku.

Aku masih ingat ketika aku bertanya, “Jualan dari pagi?”

“Iya, Mbak. Ya begini ini, kalau jualan kadang laku kadang nggak.”

“Jualan dimana aja, Mas?”

“Dimana-mana Mbak, ini dari tadi muter-muter.”

Ya Allah, speechless...
           
Aku mau sharing ini bukan karena berniat riya’ atau bagaimana, namun hanya ingin sharing pengalaman dan pelajaran hidup. Silahkan disimpulkan sendiri pelajaran dari peristiwa ini, karena aku terlalu speechless untuk merangkai kata inspirasi yang datang dari si mas penjual koran.
            
Right now, I am sitting here with the newspaper I bought from him. May Allah always light his way and give much of His blessings every day.
           
Uang yang kukeluarkan hanya lima ribu rupiah, namun pelajaran yang didapatkan tak bisa diukur dengan uang. Kalau ada yang bilang bahwa kebahagiaan tidak bisa dibeli dengan uang, pernyataan itu tidak sebenuhnya benar. Buktinya, dengan mengeluarkan uang segitu, aku bisa bahagia, lebih dari bahagia karena bisa menolong orang lain yang membutuhkan. Jadi dengan kata lain, aku telah membeli kebahagiaan itu, dengan uang pastinya.

Review: Mie Nelongso (Mojokerto)

Minggu, 19 Februari 2017, aku coba makan di Mie Nelongso yang ada di Kota Mojokerto. Awalnya kurang yakin sih, tapi karena adek 'maksa', jadinya mau-mau aja.

Tempatnya strategis, di daerah tengah kota. Banyak yang datang... yah serupa dengan kedai-kedai mie sejenis yang laris manis. Tempatnya juga luas, interiornya bagus, cuma.... tempatnya nggak no smoking

Memang sih, yang makan disitu nggak ada yang merokok, Cuma aku sempet nangkap satu orang yang merokok dekat pintu keluar. Bukan pintu keluar juga sih, karena sebenarnya tempatnya nggak punya pintu. Itu seperti toko di ruko biasa. Pintunya pakai rolling, jadi langsung terekspos ke udara luar tanpa ada pintu yang melindungi dari dunia luar.

Aku dari awal sudah merasa kurang yakin bukan tanpa sebab. Sebelum makan Mie Nelongso ini, aku sudah pernah nyobain dua merk mi pedas lain yang berbeda... dan rasanya seragam. Hal yang sama terulang lagi.
Seperti biasa, mi-mi jenis ini pedasnya punya level. Rasanya sih... ya begitulah. Rasanya sama dengan mi-mi pedas lain merk. Kalau saja nggak ada pedesnya, entah bagaimana rasa aslinya...

Maafkan nggak kefoto semuanya. Seharusnya ada dua buah pangsit yang nggak kefoto.

Sama kaya mie lainnya sih. Ada daun bawang, bawang goreng, ayam bubuk...



Dan yang bikin saya agak kecewa adalah makanan pendampingnya (atau lauk kali ya?). Kalau mie lain dikasih telur, daging ala-ala ham atau lauk lainnya, yang ini cuma dikasih empat buah pangsit yang terdiri dari dua macam bentuk. Pikir saya, ini mie kan sudah berminyak, ya... coba kalau dikasih lauk yang lain, jadi nggak berasa banget keringnya. Untung saja (untung!) ternyata dua diantara pangsit itu bukan benar-benar pangsit. Ternyata mereka itu semacam nugget ayam yang bentuknya kaya pangsit. Coba kalau bentuknya benar-benar seperti nugget ya, biar visualnya berasa lebih rame gitu...



Dari semua elemen, jujur hanya nugget ini yang kusuka
Untuk info, level empat itu udah puedes loh. Aku aja yang pecinta pedas lama banget habisnya. Anggep aja tiga puluh menit (hanya perkiraan) baru habis. Aku level empat ikut adekku aja, dia kan sudah pernah kesitu. Waktu aku tanya sebelumnya dia makan level berapa, katanya no level alias nggak pedes. Dzieng! Aku merasa surprised. Ternyata... Tadinya aku mau level dua aja. Aku kira waktu itu dia pesen level empat juga.

Untuk minumannya, saya sengaja nggak beli karena sudah bawa minum sendiri. Sudah kebiasaan dan untuk menghemat juga :P

Satu hal yang pasti disukai orang adalah adanya wi-fi. Memang sekarang hampir di tiap tempat makan ada wi-finya. Warung kopi saja ada kok...




Jumat, 03 Juni 2016

Ketika "Insya Allah / In Shaa Allah" Diragukan Manusia

Sumber

Kalau di Indonesia sih biasanya disebut Insya Allah, sedangkan Inggrisnya In Shaa Allah.

Tadi siang dapet telepon dari seseorang minta dikirim suatu barang. Aku bilang kalau barangnya bisa diterima mulai Senin besok. Orangnya meyakinkan lagi, "Senin, ya?"

"Iya... Insya Allah."

Aku nggak pernah dapat 'masalah' gara-gara bilang Insya Allah. Tapi tadi lain lagi.

"Lho, kok Insya Allah? Yang pasti dong..."

Gubrakk! Nih orang kenapa ya? Dia ngomong gitu sambil ketawa kecil agak ngeremehin gitu. Mungkin nggak habis pikir sama aku yang dikiranya tidak meyakinkan. Padahal...

Sumber

Insya Allah artinya "If Allah wills" atau bahasa Indonesianya "Jika Allah berkehendak."

Jika dikira-kira oleh pemikiranku (perhitungan manusia), Senin adalah waktu yang pasti untuk orang tersebut menerima barangnya. Tentu saja aku yakin, karena memang biasanya baru bisa diterima sekitar dua hari kerja setelah pendaftaran (Minggu tidak dihitung). Kalau daftarnya Jumat ya, diterimanya Senin.

Tapiiii.... yang namanya manusia kan pasti ada human error, tapi untuk Allah tidak. Allah sudah punya rencana. Entah Ia setuju dengan pendapatku atau tidak, wallahualam. Bisa aja ternyata besok ada masalah, hingga barangnya baru bisa diterima Selasa, dan banyak alasan yang mungkin saja tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Aku sih berusaha untuk positive thinking ya. Mungkin orang itu non muslim, jadi nggak tahu sebenarnya Insya Allah itu artinya apa, walau ada rasa 'tersinggung' juga sih. Tersinggung karena sudah jelas aku bawa nama Tuhan, tapi orangnya kok terkesan 'meremehkan' gitu. Yang namanya bawa-bawa nama Tuhan ya suci dan tinggi.

Dan lebih parah lagi kalau ternyata beliau muslim. Tapi dari namanya sih, sepertinya muslim (sepertinyaaa). Kalau gitu jelas lebih tidak bisa ditolerir. Harusnya seorang muslim tahu Insya Allah itu artinya apa. 

Secara garis besar, Insya Allah diucapkan ketika akan 'berjanji', istilahnya begitu. Pernah dengar kan kalimat "Manusia bisa merencanakan namun Tuhanlah yang berkehendak"? Ini diucapkan untuk jaga-jaga, barangkali apa yang kita rencanakan tidak bisa dilaksanakan di waktu yang sudah kita tentukan. "Insya Allah" juga berarti 99,9999 % akurat, anggap saja begitu (menurut perhitungan manusia lho ya, bukan rencana Tuhan).

Contoh sederhana:
A: Nanti jadi kan kerja kelompok di rumahku?
B: Insya Allah jadi.
Eh, nggak tahunya waktu B otw ke rumah A, B mengalami kecelakaan hingga masuk rumah sakit. Itulah, manusia memang hanya bisa merencanakan.

Memang sih aku dulu (sebelum tobat, wkwkw), kurang suka jika ada yang bilang "Insya Allah". Kesannya mengentengkan rencana yang kita buat gitu. Bisa jadi kan dia bilang begitu untuk alasan mangkir? Kalau alasannya seperti ini sih nggak terpuji ya, jangan dicontoh. Namun, karena sudah perintah agama, mau bagaimana lagi. Sekarang sih sudah terbiasa. Di Alquran pun sudah tertulis pemakaian "Insya Allah".

Aku menulis bukan untuk menjelek-jelekkan pihak tertentu... bisa jadi memang kurang tahu fungsi dan keutamaan "Insya Allah", jadi aku menulis justru untuk mengingatkan sesama. Bila ada yang tersinggung saya mohon maaf yang sebesar-besarnya :)

Berbagi itu indah, mengingatkan juga indah.

Rabu, 16 Maret 2016

Transportasi Online vs Transportasi Konvensional (dengan Banyak Penekanan pada yang Terakhir)

Berita di TV lagi rame soal transportasi online vs transportasi konvensional. Aku pribadi nggak bisa bilang lebih memihak salah satu, karena masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya.

Transportasi online sudah terkenal kepraktisan dan kemudahannya. Orang tinggal download aplikasi buat pesen. Walau nggak pernah pakai jasa model begini, memang sudah terlihat kemudahannya. 

Sedang transportasi konvensional dinilai nggak praktis. Orang harus menunggu angkot atau bus di jalan yang dilalui atau 'menjemput' si tukang ojek di tempat mangkalnya, walau saat ini tukang ojek konvensional pun bisa 'dipanggil' lewat SMS.

As I stated earlier, aku nggak bisa memutuskan mana yang lebih aku pilih, karena masing-masing ada kelebihan dan kekurangannya. Kekurangan transportasi online, selain karena tidak ada peraturannya di Undang-undang, juga berpotensi memperparah pemanasan global dan kemacetan. Ambil saja ojek. Ojek online bisa dipanggil ke rumah, itu sudah bisa menyumbang polusi lebih, apalagi ojek cuma muat buat satu penumpang dewasa. Sebenarnya ini juga berlaku untuk ojek biasa, sih.

Selain itu, maraknya transportasi online juga bisa melemahkan pengendara transportasi konvensional. Mereka yang sebelumnya ekonominya biasa-biasa aja, semakin merana dengan adanya transportasi online, yang konon penghasilannya lumayan itu. Sempat ikutan sedih juga waktu lihat berita tentang demo driver transportasi konvensional, apalagi saat ada supir taksi yang menangis waktu jumpa pers. Ia sedih dan tak terima penghasilan ia dan kawan-kawan menurun gara-gara transportasi online yang tidak dilindungi hukum itu.

Di sisi lain, kendaraan konvensional juga ada kekurangannya. Kurang praktis, walau sudah ada yang bisa dipesen seperti taksi yang bisa ditelepon dan ojek yang bisa di SMS untuk menjemput penumpang. Namun, kendaraan seperti angkot dan bus tentu saja tidak bisa. Selain itu, kekurangan angkutan seperti angkot dan bus yaitu dari segi jumlah armada, jangkauan wilayah, harga, dan kondisi kendaraan itu sendiri.

Kalau menurutku ya (CMIIW), jumlah kendaraan umum yang ada di Indonesia kurang dibandingkan yang ada di negara lain, utamanya di negara maju. Selama ini di film dan realita aku lihat orang-orangnya sering pakai transportasi umum. Pikirku, selain karena orang-orangnya sadar untuk menggunakan transportasi massal, mungkin karena jumlah kendaraan umum disana memadai, hingga orang tak perlu jalan jauh untuk menjangkau dan menunggu lama.

Kalau soal jangkauan wilayah, ya begitu ya... pasti ada angkutan umum seperti angkot dan bus yang hanya menjangkau daerah ramai. 

Nah, kalau soal harga ini, bagiku jadi masalah besar juga. Mungkin sekarang ongkos angkot Rp 5000 ya, mahal menurutku. Memang sih, BBM jadi lebih mahal dari beberapa tahun lalu, namun jika dibandingkan dengan pakai motor sendiri, masih lebih hemat naik motor sendiri (terlepas dari pembahasan utama mengenai kendaraan online vs konvensional). Kasihan juga sama orang yang kemana-mana tergantung sama angkot, utamanya orang kecil. Kalau menurutku, bagaimana kalau dibuat sistem kayak di luar negeri aja. Aku memang kurang tau transportasi umum disana terhitung murah atau bukan, tapi ada suatu sistem dimana orang-orang bisa beli paket naik bus selama sebulan, misalnya. Anggap saja harganya Rp 500.000 ya, jadi harga segitu bisa pakai bus sepuasnya selama sebulan (cmiiw). Dan pelajar (siswa dan mahasiswa) tentu saja dapat harga lebih murah dibanding non pelajar.

Terkahir, kondisi kendaraan, Siapapun setuju kalau transportasi konvensional di Indonesia banyak yang memprihatinkan. Ini juga yang mungkin memengaruhi orang yang malas naik kendaraan umum.

After all, menurutku pemerintah harus berani untuk berinvestasi dalam jumlah besar untuk memerbaiki kendaraan umum. Ini sudah ada di pikiranku sejak lama sekali, dan mungkin juga banyak orang yang berpikiran sama. Setelah itu, pemerintah bisa menekankan pentingnya menggunakan transportasi massal/umum. Sebenarnya aku juga pengen dan kengen kemana-mana naik kendaraan umum seperti dulu. Aku juga pengen kemana-mana bisa naik kendaraan umum yang bagus seperti di Barat sana.